Lahan seluas dua kali lapangan voli itu tak terurus. Ilalang tumbuh di seluruh permukaan tanah. Sepintas gulma itu tak berfaedah. Padahal, Imperata cylindrica itu amat potensial sebagai bahan baku biopremium pengisi tangki kendaraan bermotor.
Ilalang untuk premium? Menurut Dr Tatang H Soerawidjaja dari Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, ada 3 kelompok bahan penghasil etanol alami yaitu nira bergula, pati, dan bahan serat alias lignoselulosa. Semua bahan baku etanol itu mudah didapatkan dan dikembangkan di Indonesia yang memiliki lahan luas dan subur.
Dibanding dengan sumber nabati lain, ilalang paling ekonomis menghasilkan bioetanol. Musababnya, ilalang kaya lignoselulosa, tak memerlukan perawatan khusus, dan mudah tumbuh. Bahan baku lain: limbah organik sisa panen, limbah pengolahan pertanian, kotoran ternak, limbah pertamanan, dan sampah kota.
Hasil penelusuran Tatang, limbah pertamanan kota yang potensial antara lain serasah, rumput, ranting dan daun pepohonan. Sedangkan limbah hasil pertanian yang bisa digunakan meliputi, sekam, tongkol jagung dan klobot jagung, serta rendaman hangat jagung (corn steep liquor). Selain itu, batang daun, ampas, dan tetes tebu, batang dan daun tua singkong, buah dan kulit mete, kulit dan biji jeruk, cangkang dan poros buah nanas, bagas. 'Dengan begitu, produksi bioetanol, tak perlu dikhawatirkan mengganggu kestabilan pasokan pangan,' kata Tatang.
KapasRerumputan sangat memungkinkan dikembangkan sebagai penghasil energi lantaran lebih tahan kekeringan, tahan hama dan penyakit, serta tak mengerosi tanah dibanding tanaman semusim. Jenis rumput yang bisa dimanfaatkan: rumput berbatang besar seperti hanjeli Coix lacryma-jobi; kaso Saccharum spontaneum, glagah Miscanthus sp, dan rumput gajah Pennisetum purpureum. Rumput-rumputan berbatang kecil juga bisa digunakan seperti rumput benggala Panicum maximum, jajagoan Echinochloa/Panicum crusgalli, dan alang-alang Imperata cylindrica.
Limbah kaya lignoselulosa lain yang belum termanfaatkan adalah kulit biji kapas. F.A. Agblevor dari Department of Biological Systems Engineering, Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg, di Amerika Serikat, telah memanfaatkan kulit dan biji kapas sebagai bahan baku etanol dengan rendemen 30%. Artinya dari 1 ton kulit biji kapas menghasilkan 360 liter etanol. Menurut Agblevor sebelum diolah, limbah kapas itu harus didiamkan sebulan bulan hingga melunak.
Limbah lignoselulosa lain, jerami padi. Hasil penelitian Seung Do-Kim, peneliti Department of Chemical Engineering & Materials Science, Michigan State University, Amerika Serikat, telah membuktikan 1 kg jerami menghasilkan 0,28 liter etanol atau rendemen 28%. Di Indonesia, satu hektar padi menghasilkan 2 ton jerami. Jika pada 2004 luas lahan padi mencapai 7-juta ha, berarti paling tidak menghasilkan 14-juta ton jerami setara 4,2-juta liter etanol. Cukup besar, bukan?
Tinja
Lignoselulosa memang makanan lezat bagi kendaraan bermotor setelah diolah menjadi etanol. Sayang, teknologi pengolahan serat menjadi etanol masih sulit dan butuh waktu lama. Itulah sebabnya para peneliti dunia mengembangkan jenis ragi selain Sacharomyces cerevisae, ragi pengkonversi etanol dari bahan bergula tinggi.
Penelitian ditempuh periset Delft University of Technology, Belanda bekerja sama dengan Royal Nedalco, produsen etanol di Belanda. Mereka menemukan tinja gajah bisa diproduksi menjadi bahan baku ragi untuk mengkonversi jerami dan limbah lainnya menjadi etanol dengan cepat. Dengan penemuan itu, Royal Nedalco bakal mendirikan pabrik etanol besar-besaran pada 2009 di Sas van Gent, Belanda. 'Di Indonesia teknologi itu belum digunakan. Sangat potensial tetapi butuh riset lebih lanjut,' kata Dr Ir Agus Eko Tjahyono MEng, kepala Balai Besar Teknologi Pati, BPPT.
Dengan ragi asal tinja gajah, tak hanya limbah kaya serat yang digunakan untuk memproduksi bioetanol. Buah kaya gula pun boleh digunakan. Contohnya tomat, cabai, dan nanas. I Del Campo dari Biomass Energy Department, CENER-National Renewable Energy Centre, Spanyol menyatakan tomat mengandung 40,28% gula. Setelah difermentasi menghasilkan 18% etanol.
Cabai merah juga mengandung gula lebih tinggi, 50,20%, dengan rendemen bioetanol yang dihasilkan 20%. Sedangkan nanas berdasarkan riset Biomass Resources Corp di Amerika Serikat menghasilkan 20% etanol. Hasil samping lainnya berupa enzim bromelain, silitol, dan protein yang nilai jualnya tinggi.
Dengan beragam bahan baku bioetanol, kebutuhan premium sebagai bahan bakar kendaraan bermotor yang terus meningkat bisa diimbangi. Itu artinya ketergantungan terhadap minyak fosil bisa dikurangi. Sebab itu, pemanfaatan limbah sebagai bioetanol harus segera diwujudkan.
Jika tidak, pada 2010 diperkirakan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral harus mengimpor sebanyak 20% dari konsumsi premium nasional yang mencapai 38,27-miliar liter. 'Ironis, karena Indonesia kaya sumber energi fosil non-BBM,' kata Agus Eko. (Vina Fitriani)
sumber ; Di sadur sesuai aslinya dari
trubus