Sabtu, 28 Juni 2008

Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton.

Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi.

Reaksi
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.

Persamaan Reaksi Kimia
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)

Dijabarkan sebagai
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)

Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan.
Sumber: Teks sesuai aslinya dari wikipedia, gambar

Selasa, 24 Juni 2008

Bioetanol Anti Tumpah

Pukul 11.00 WIB menjelang makan siang. Tibalah saatnya bagi Gina untuk memasak. Alih-alih mengambil korek api untuk menyalakan kompor, ia malah meraih sendok dan sebuah wadah plastik. Diambilnya 2 sendok makan jeli berwarna krem dari wadah plastik. Jeli itu diletakkan di tabung seng dan disulut api. Seketika api menyala biru. Begitulah cara perempuan 26 tahun itu memasak. Dengan jeli ia tak perlu antre untuk memperoleh minyak tanah.

Jeli itu adalah bioetanol yang dipadatkan. Bagi ibu rumahtangga, bioetanol jeli amat praktis. Mereka tak perlu khawatir bahan bakar itu tumpah lantaran bentuknya padat. Selain itu, 'Bioetanol jeli tak membuat wajan atau panci menghitam. Nyala apinya juga biru,' katanya. Jeli bahan bakar itu mengandung bioetanol berkadar 70%. Ide jeli itu dibuat oleh Ir Himawan, produsen bioetanol di Cilegon, Provinsi Banten.



Menurut alumnus Teknik Kimia Universitas Diponegoro penggunaan jeli bioetanol lebih hemat. Hasil risetnya membuktikan daya bakar 200 gram bioetanol jeli setara 1 liter minyak tanah. Pantas bila Gina mengambil 2 sendok bioetanol jeli cukup untuk memasak selama 5 menit. Sudah hemat, nyala api biru, bioetanol jeli juga tidak menimbulkan asap dan jelaga.



Mudah dibawa
Menurut Dr Arief Yudiarto, peneliti Balai Besar Teknologi Pati, di Lampung, sah-sah saja bioetanol dibuat menjadi jeli. 'Bentuk jeli mudah dibawa saat bepergian seperti camping atau untuk tentara yang bertugas di hutan. Itu karena tidak mudah tumpah,' ujar Arief. Menurut alumnus Tokyo University of Agriculture and Technology itu, bioetanol jeli tak mudah terbakar dan awet.


Di luar negeri bioetanol jeli dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar terutama kayu sejak 2007. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), di negara berkembang, asap dari kayu bakar mengakibatkan penyakit paru-paru akut. Dampaknya sebayak 1,5 juta wanita dan anak-anak per tahun meninggal dunia. Karena itu di Johannesburg, Afrika Selatan, bioetanol jeli marak dikembangkan.


Himawan mengembangkan bioetanol jeli dari bioetanol apkir, yakni yang berbau, warna kekuningan, dan kadar di bawah 96%. Yang terpenting titik bakarnya tidak kurang dari 40%. Untuk membuat bioetanol jeli perlu gelling agent-pengental-berupa tepung seperti kalsium asetat agar bercampur homogen. Pengental lain yang dapat digunakan antara lain xanthan gum, carbopol EZ-3 polymer, dan berbagai material turunan selulosa.


Dosis kalsium asetat untuk bahan campuran cukup 1-5%. Kalsium asetat berbentuk tepung itu lalu diencerkan dengan air sebanyak 20% dari jumlah bioetanol. Selanjutnya dicampur etanol berkadar 70-85%. Rasio antara pengental dan bioetanol perbandingannya 1:7. Setelah itu ditambahkan 5% natrium hidroksida sebagai penyeimbang pH agar tingkat keasaman 5-6. Saat menambahkan natrium hidroksida kecepatan aduk ditingkatkan 2 kali lipat. 'Untuk membuat 200 g gel kecepatan aduk berkisar 2.500 rpm. Semakin besar jumlahnya, kecepatan ditambah agar hasil homogen,' kata Himawan. Dalam beberapa menit bioetanol sudah menjadi gel.
Kompor baru
Menurut Sugeng Harjono, direktur pemasaran PT Bio Green Inotech, biaya produksi bioetanol jeli itu Rp3.250-Rp3.500 per liter. Itu lantaran harga bioetanol hanya Rp3.000/l. Bila ditambah biaya kemasan, bioetanol gel dapat dijual Rp4.000/l. Biaya pembuatan bioetanol jeli itu lebih murah ketimbang harga bahan bakar minyak. Apalagi sejak Mei 2008 harga minyak melonjak Rp7.000/l lantaran subsidi dicabut.

Namun, pemakai bioetanol jeli harus membeli kompor baru. 'Prinsipnya, kompor bioetanol jeli itu mirip kompor konvensional. Bedanya ruang untuk sumbu diganti dengan tempat menaruh gel. Sayang, saat ini kompor ujicoba masih untuk wajan berdiameter 30 cm. Saat api padam, wajan harus diangkat untuk ditambahkan jeli. 'Saat menambahkan api harus benar-benar mati,' kata Himawan. Oleh karena itu agar jangkauannya luas, tak hanya untuk kebutuhan rumahtangga, kompor dirancang untuk industri kecil seperti pembuatan keripik. 'Paling-paling harga jual berkisar Rp15.000/kompor, tergantung ukuran,' kata Himawan. (Lastioro Anmi Tambunan)

Sumber: di copy sesuai aslinya dari majalah trubus

Senin, 16 Juni 2008

Teori Destilasi

Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan.

Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya.

Berikut ini adalah informasi tentang proses distilasi yang merinci secara lebih detail

Teori destilasi oleh mike nixon

Teori distilasi dari university of akron

Sumber : wikipedia

Minggu, 01 Juni 2008

Sampah di Tangki Bensin

Lahan seluas dua kali lapangan voli itu tak terurus. Ilalang tumbuh di seluruh permukaan tanah. Sepintas gulma itu tak berfaedah. Padahal, Imperata cylindrica itu amat potensial sebagai bahan baku biopremium pengisi tangki kendaraan bermotor.

Ilalang untuk premium? Menurut Dr Tatang H Soerawidjaja dari Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, ada 3 kelompok bahan penghasil etanol alami yaitu nira bergula, pati, dan bahan serat alias lignoselulosa. Semua bahan baku etanol itu mudah didapatkan dan dikembangkan di Indonesia yang memiliki lahan luas dan subur.

Dibanding dengan sumber nabati lain, ilalang paling ekonomis menghasilkan bioetanol. Musababnya, ilalang kaya lignoselulosa, tak memerlukan perawatan khusus, dan mudah tumbuh. Bahan baku lain: limbah organik sisa panen, limbah pengolahan pertanian, kotoran ternak, limbah pertamanan, dan sampah kota.

Hasil penelusuran Tatang, limbah pertamanan kota yang potensial antara lain serasah, rumput, ranting dan daun pepohonan. Sedangkan limbah hasil pertanian yang bisa digunakan meliputi, sekam, tongkol jagung dan klobot jagung, serta rendaman hangat jagung (corn steep liquor). Selain itu, batang daun, ampas, dan tetes tebu, batang dan daun tua singkong, buah dan kulit mete, kulit dan biji jeruk, cangkang dan poros buah nanas, bagas. 'Dengan begitu, produksi bioetanol, tak perlu dikhawatirkan mengganggu kestabilan pasokan pangan,' kata Tatang.

Kapas
Rerumputan sangat memungkinkan dikembangkan sebagai penghasil energi lantaran lebih tahan kekeringan, tahan hama dan penyakit, serta tak mengerosi tanah dibanding tanaman semusim. Jenis rumput yang bisa dimanfaatkan: rumput berbatang besar seperti hanjeli Coix lacryma-jobi; kaso Saccharum spontaneum, glagah Miscanthus sp, dan rumput gajah Pennisetum purpureum. Rumput-rumputan berbatang kecil juga bisa digunakan seperti rumput benggala Panicum maximum, jajagoan Echinochloa/Panicum crusgalli, dan alang-alang Imperata cylindrica.

Limbah kaya lignoselulosa lain yang belum termanfaatkan adalah kulit biji kapas. F.A. Agblevor dari Department of Biological Systems Engineering, Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg, di Amerika Serikat, telah memanfaatkan kulit dan biji kapas sebagai bahan baku etanol dengan rendemen 30%. Artinya dari 1 ton kulit biji kapas menghasilkan 360 liter etanol. Menurut Agblevor sebelum diolah, limbah kapas itu harus didiamkan sebulan bulan hingga melunak.

Limbah lignoselulosa lain, jerami padi. Hasil penelitian Seung Do-Kim, peneliti Department of Chemical Engineering & Materials Science, Michigan State University, Amerika Serikat, telah membuktikan 1 kg jerami menghasilkan 0,28 liter etanol atau rendemen 28%. Di Indonesia, satu hektar padi menghasilkan 2 ton jerami. Jika pada 2004 luas lahan padi mencapai 7-juta ha, berarti paling tidak menghasilkan 14-juta ton jerami setara 4,2-juta liter etanol. Cukup besar, bukan?

Tinja
Lignoselulosa memang makanan lezat bagi kendaraan bermotor setelah diolah menjadi etanol. Sayang, teknologi pengolahan serat menjadi etanol masih sulit dan butuh waktu lama. Itulah sebabnya para peneliti dunia mengembangkan jenis ragi selain Sacharomyces cerevisae, ragi pengkonversi etanol dari bahan bergula tinggi.

Penelitian ditempuh periset Delft University of Technology, Belanda bekerja sama dengan Royal Nedalco, produsen etanol di Belanda. Mereka menemukan tinja gajah bisa diproduksi menjadi bahan baku ragi untuk mengkonversi jerami dan limbah lainnya menjadi etanol dengan cepat. Dengan penemuan itu, Royal Nedalco bakal mendirikan pabrik etanol besar-besaran pada 2009 di Sas van Gent, Belanda. 'Di Indonesia teknologi itu belum digunakan. Sangat potensial tetapi butuh riset lebih lanjut,' kata Dr Ir Agus Eko Tjahyono MEng, kepala Balai Besar Teknologi Pati, BPPT.

Dengan ragi asal tinja gajah, tak hanya limbah kaya serat yang digunakan untuk memproduksi bioetanol. Buah kaya gula pun boleh digunakan. Contohnya tomat, cabai, dan nanas. I Del Campo dari Biomass Energy Department, CENER-National Renewable Energy Centre, Spanyol menyatakan tomat mengandung 40,28% gula. Setelah difermentasi menghasilkan 18% etanol.

Cabai merah juga mengandung gula lebih tinggi, 50,20%, dengan rendemen bioetanol yang dihasilkan 20%. Sedangkan nanas berdasarkan riset Biomass Resources Corp di Amerika Serikat menghasilkan 20% etanol. Hasil samping lainnya berupa enzim bromelain, silitol, dan protein yang nilai jualnya tinggi.

Dengan beragam bahan baku bioetanol, kebutuhan premium sebagai bahan bakar kendaraan bermotor yang terus meningkat bisa diimbangi. Itu artinya ketergantungan terhadap minyak fosil bisa dikurangi. Sebab itu, pemanfaatan limbah sebagai bioetanol harus segera diwujudkan.

Jika tidak, pada 2010 diperkirakan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral harus mengimpor sebanyak 20% dari konsumsi premium nasional yang mencapai 38,27-miliar liter. 'Ironis, karena Indonesia kaya sumber energi fosil non-BBM,' kata Agus Eko. (Vina Fitriani)

sumber ; Di sadur sesuai aslinya dari trubus